Rabu, 13 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SINDROMA ALERGI


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SINDROMA ALERGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  KONSEP DASAR
       2.1.1         Pengertian
                 Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet,1986).
                 Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejalan bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.
Rhinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik sebagai rhinitis alergik atau non alergik. Rhinitis non-elergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran napas atas, termasuk rhinitis viral (common cold) dan rhinitis nasal dan bacterial.rinitis bisa merupakan kondisi akut atau kronis.
       2.1.2         Etiologi
Kondisi-kondisi ini mungkin tidak mempunyai manifestasi-manifestasi alergi lain seperti, mata-mata yang gatal dan berair dan juga lebih gigih dan kurang musiman.
1.      Vasomotor rhinitis diperkirakan terjadi karena pengaturan yang abnormal dari aliran darah hidung dan mungkin diinduksi oleh fluktuasi-fluktuasi temperatur di lingkungan seperti, udara yang dingin atau kering, atau irritants seperti:
a)      polusi udara,
b)      asap/kabut,
c)      asap tembakau,
d)     asap mobil, atau
e)      bau-bau kuat seperti, detergents atau fragrances (bau-bau wangi).
    1. Gustatory rhinitis mungkin menyajikan sebagian besar sebagai hidung yang beringus (rhinorrhea) yang dihubungkan pada konsumsi makanan yang panas dan pedas.
    2. Non-allergic rhinitis with nasal eosinophilia syndrome (NARES) dikarakteristikan oleh kotoran hidung yang bening. Kotoran hidung ditemukan mempunyai eosinophils (tipe sel alergi), meskipun pasien mungkin tidak mempunyai bukti lain apa saja dari alergi dengan pengujian kulit atau sejarah atau gejala-gejala.
Occupational rhinitis mungkin timbul dari paparan pada irritants di tempat kerja seseorang dengan perbaikan dari gejala-gejala setelah orang itu meninggalkan tempat kerjanya.
Sebab-sebab lain dari rhinitis mungkin dihubungkan pada:
  • kehamilan,
  • obat-obat tertentu (kontraseptik-kontraseptik oral,
  • beberapa obat-obat tekanan darah ,
  • beberapa obat-obat ketakutan,
  • beberapa obat-obat disfungsi ereksi,
  • dan beberapa obat-obat anti-peradangan), atau
  • beberapa kelainan-kelainan struktural hidung (septum yang menyimpang, septum yang berlubang, tumor-tumor, polip-polip hidung, atau benda-benda asing).
Infeksi-infeksi, kebanyakan virus, adalah sebab yang umum dari rhinitis.Viral rhinitis biasanya tidak kronis dan mungkin menghilang dengan sendirinya.
       2.1.3         Patofisiologi
                 Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen selama 1 jam setelahnya dan Late Fase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase-hipereaktifitas) stelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-28 jam.
       Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas :      
1.      Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucing dan anjing), rerumputan serta jamur.
2.      Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi, telur, cokelat, ikan laut, udang kepiting dan kacang-kacangan.
3.      Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah.
4.      Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.
            Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang memberi gejala asma bronkial dan rinitis alergi. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri dari :
1.      Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag) reaksi ini bersifat nonspesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya akan dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2.      Respons sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan iyalah sistem imunitas selular atau humoral atau keduanya di bangkitkan. Bila Ag berhasil di eliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada atau memang sudah ada defek dari sistem imunologi, maka reaksi berlanjut menjadi respon tertier.
3.      Respon tertier
Yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

2.1.4           Manifestasi Klinik
            Klasifikasi Rinitis Alergi
            Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO ( 2001 ), yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi 2 :
1.                  intermiten ( kadang-kadang ) bila gejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu.
2.                  Persisten atau menetap bila gejala > 4 hari/minggu dan > 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi 2 :
1.                  Ringan apabila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas seharian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2.                  Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
 
2.1.5          Penatalaksanaan

1.      Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya dan eliminasi.
2.      Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1 yang bekerja secara inhibitor kompetitip pada reseptor H-1 sel target dan merupakan preparat farmakologi yang sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
3.      Operatif
Tindakan konkotomi parsial ( permotongan sebagian konka inferior ), konkoplasti, perlu di pikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
4.      Imunoterapi
Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan pada gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG bloking antibodi dan penurunan IgE. Ada dua metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu interaderma dan sublingual.
Komplikasi rinitis yang sering terjadi ialah :
1.      Polip Hidung
2.      Otitis
3.      Sinusitis paranasal

2.2    MANAJEMEN KEPERAWATAN
A.           Anamnesis
                      Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50 % diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologi, yaitu proses membersihkan diri (self cleaning process).
                      Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tesumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.

B.            Pemeriksaan Fisik

                      Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala presisten mukosa inferior tampak hipertrofi pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lain pada anak ialah terdapatnya bayangan gelap didaerah bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung.
                      Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan punggung tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan menggosok hidung lama kelamaan akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah yang disebut allergic creace. Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan pertumbuhan gigi-geligi (fasies adenoid). Dinding posterir faring tampak granuler dan edema, serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).

C.            Pemeriksaan Penunjang
·            In vitro :
                Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikiian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal kecuali bila tanda allergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit misalnya selain rinitis allergi juga menderita asma bronchial atau urtikaria.
                Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan allergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat allergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST (radio immuno sorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno sorbent assay test). Pemeriksaann sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.
·         In Vipo :
                     Allergi tidak dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intrdermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). SET dilakukan untuk allergi inhalan dengan menyuntikkan allergen sebagai konsentrasi yang pertingkat kepekatannya. Untuk allergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak dilakukan adalah Intracutannues Provocative Dilutional Food Test (IPDFT).

D.                Diagnosa Keperawatan :
        Rinitis allergik


Daftar Pustaka

  • Mansjoer Arif R.1999.kapita selekta kedokteran. Jilid 1.Jakarta: Media Aesculapius
  • Sumantri irman.2009.asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan edisi.2.Jakarta: Salemba Medika
  • Soepardi Arsyad E, dkk. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
  •  Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & suddarth vol 1. Jakarta : EGC