ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TUMOR HIDUNG DAN
SINUS PARANASAL
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Dasar
2.1.1 Pengertian
Tumor
hidung adalah pertumbuhan kearah ganas dan mengenai hidung dan lesi yang
menyerupai tumor pada rongga hidung termasuk kulit dari hidung luar dan
vestibulum nasi2.
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh
manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap
individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu
sinus maksila, sinus prontal, sinus atmoid, dan sinus sphenoid kanan dan kiri.
Sinus paranasal merupakan hasil pniumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga didalam tulang.
Kanker
rongga hidung dan sinus paranasal adalah tumor ganas yang dimulai dari dalam
rongga hidung atau sinus paranasal disekitar hidung. Rongga hidung merupakan
sebuah ruang dibelakang hidung dimana udara melewatinya masuk ke tenggorokan.
Sinus paranasal adalah daerah yang dipenuhi-udara yang mengelilingi rongga
hidung pada pipi (sinus maksila), diatas dan diantara mata (sinus etmoid dan
sinus frontal), dan dibelakang etmoid (sinus sfenoid). Kanker sinus maksila
merupakan tipe paling sering kanker sinus paranasal.
2.1.2 Etiologi
Penyebab
tumor ganas hidung belum
diketahui, tetapi di duga beberapa zat hasil industri merupakan penyebab antara
lain, nikel, debu kayu, kulit, formal dehid, kormium, minyak isopropyl, dan
lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi keganasan hidung
dan sinus jauh lebih besar.
2.1.3 Manifestasi
Klinis
Gejala tumor hidung tergantung dari
asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam maksila biasa
tanpa gejala timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak atau menenbus
dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita atau
intrakranial tergantung dari perluasan tumor.
Gejala dini tidak khas, pada stadium
lanjut tergantung asal tumor dan arah perluasannya.
Gejala pada hidung:
Gejala pada hidung:
·
Buntu hidung unilateral dan progresif.
·
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
·
Sekret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
·
Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis
menunjukkan kemungkinan keganasan.
·
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan
ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya
akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila
sinus paranasal juga terserang tumor seperti
·
Pembengkakan pipi
·
Pembengkakan palatum
durum
·
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
·
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
2.1.4
Pemeriksaan Fisik
Saat
memeriksakan pada pasien tumor hidung,
pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri atau tidak.
Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan naso faring melalui rinoskopi
anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak
sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan
pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial
berarti tumor berada di sinus maksila. Pemeriksaan nasoendosopi dan sinus kopi
dapat membantu menemukan tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran leher juga
perlu di cari meskipun tumor ini jarang bermetastasis di kelenjar lehar.
Pemeriksaan sinus paranasal yaitu untuk mengetahui
adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar, palpasi dan
inspeksi.
·
Inspeksi
Yang
diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan dipipi sampai
kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukan sinusitis
maksila akut. Pembengkakan dikelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis
ruang paru akut. Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar,
kecuali bila telah berbentuk abses.
·
Palpasi
Nyeri
tekan pada pipi dan nyeri ketuk digigi menunjukan adanya sinusitis maksila pada
sinusitis prontal terdapat nyeri tekan didasar sinus prontal, yaitu pada bagian
medial atap orbita. Sinusitis abnoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah
kentus medius.
2.1.5
Pemeriksaan
Penunjang
· Foto sinar X
· WATER (untuk melihat perluasan tumor
di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
· Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi
ke fosa kranii anterior/medial)
· RHEZZE (untuk melihat foramen
optikum dan dinding orbita)
· CT Scan (bila diperlukan dan
fasilitas tersedia)
· Biopsi:
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior.Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc.Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior.Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc.Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.
2.1
Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Gejala-gejala khas tergantung ukuran
tumor, keganasan
dan stadium penyakit, antara lain
Gejala hidung:
·
Buntu hidung unilateral dan progresif.
·
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
·
Sekret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
·
Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan
kemungkinan keganasan.
·
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan
ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya
akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga
terserang tumor seperti:
· Pembengkakan palatum durum
· Geraham atas goyah, maloklusi gigi
· Pembengkakan pipi
· Gangguan mata bila tumor mendesak
rongga orbita.
Pada tumor ganas didapati gejala
sistemik:
·
Penurunan berat badan lebih dari 10 %
·
Kelelahan/malaise umum
·
Napsu makan berkurang (anoreksia)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
·
Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum:
didapatkan pembengkakan sesuai lokasi pertumbuhan tumor
·
Palpasi, teraba tumor dan pembesaran kelenjar leher
Pengkajian Diagnostik:
·
Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung
·
Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring
·
Foto sinar X:
- WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
- Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
- RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
- CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
- WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
- Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
- RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
- CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
·
Biopsi:
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior.Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc.Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior.Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc.Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.
2.2.2 Diagnosa
1. Kecemasan b/d krisis situasi
(keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan
fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari
keluarga.
2. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh
akibat keganasan, efek-efek radioterapi/kemoterapi.
3. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan
proses inflamasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan
distres emosional.
5. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder
dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
2.2.3 Intervensi
1. Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman
perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan
interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur
rutin dan aktivitas yang diharapkan.
2.Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.
3.Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim
dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.
4.Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others)
selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.
5.Kolaborasi pemberian obat sedatif.
6.Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang
menunjukan kecemasan.
|
Informasi yang tepat tentang
situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap
lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi
yang terjadi.
Mengidentifikasi faktor
pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat
dilakukan klien.
Menunjukkan bahwa kecemasan adalah
wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien
dapat memahami dan menerima keadaanya.
Memobilisasi sistem pendukung,
mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.
Menurunkan kecemasan, memudahkan
istirahat.
Menilai perkembangan masalah
klien.
|
2. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek radioterapi/kemoterapi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.Diskusikan dengan klien dan keluarga pengaruh diagnosis
dan terapi terhadap kehidupan pribadi klien dan aktiviats kerja.
2.Jelaskan efek samping dari pembedahan, radiasi dan
kemoterapi yang perlu diantisipasi klien
3.Diskusikan tentang upaya pemecahan masalah perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat berkaitan dengan penyakitnya.
4.Terima kesulitan adaptasi klien terhadap masalah yang
dihadapinya dan informasikan kemungkinan perlunya konseling psikologis
5.Evaluasi support sistem yang dapat membantu klien
(keluarga, kerabat, organisasi sosial, tokoh spiritual)
6.Evaluasi gejala keputusasaan, tidak berdaya, penolakan
terapi dan perasaan tidak berharga yang menunjukkan gangguan harga diri
klien.
|
Membantu klien dan keluarga
memahami masalah yang dihadapinya sebagai langkah awal proses pemecahan
masalah.
Efek terapi yang diantisipasi
lebih memudahkan proses adaptasi klien terhadap masalah yang mungkin timbul.
Perubahan status kesehatan yang
membawa perubahan status sosial-ekonomi-fungsi-peran merupakan masalah yang
sering terjadi pada klien keganasan.
Menginformasikan alternatif
konseling profesional yang mungkin dapat ditempuh dalam penyelesaian masalah
klien.
Mengidentifikasi sumber-sumber
pendukung yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam meringankan masalah klien.
Menilai perkembangan masalah
klien.
|
3. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.Lakukan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, masase
punggung) dan pertahankan aktivitas hiburan (koran, radio)
2.Ajarkan kepada klien manajemen penatalaksanaan nyeri
(teknik relaksasi, napas dalam, visualisasi, bimbingan imajinasi)
3.Berikan analgetik sesuai program terapi.
4.Evaluasi keluhan nyeri (skala, lokasi, frekuensi,
durasi)
|
Meningkatkan relaksasi dan
mengalihkan fokus perhatian klien dari nyeri.
Meningkatkan partisipasi klien
secara aktif dalam pemecahan masalah dan meningkatkan rasa kontrol
diri/keman-dirian.
Analgetik mengurangi respon nyeri.
Menilai perkembangan masalah
klien.
|
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.Dorong klien untuk meningkatkan asupan nutrisi (tinggi
kalori tinggi protein) dan asupan cairan yang adekuat.
2.Kolaborasi dengan tim gizi untuk menetapkan program diet
pemulihan bagi klien.
3.Berikan obat anti emetik dan roborans sesuai program
terapi.
4.Dampingi klien pada saat makan, identifikasi keluhan
klien tentang makan yang disajikan.
5.Timbang berat badan dan ketebalan lipatan kulit trisep
(ukuran antropometrik lainnya) sekali seminggu
6.Kaji hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, limfosit total,
transferin serum, albumin serum)
|
Asupan nutrisi dan cairan yang
adekuat diperlukan untuk mengimbangi status hipermetabolik pada klien dengan
keganasan.
Kebutuhan nutrisi perlu
diprogramkan secara individual dengan melibatkan klien dan tim gizi bila
diperlukan.
Anti emetik diberikan bila klien
mengalami mual dan roborans mungkin diperlukan untuk meningkatkan napsu makan
dan membantu proses metabolisme.
Mencegah masalah kekurangan asupan
yang disebabkan oleh diet yang disajikan.
Menilai perkembangan masalah
klien.
Menilai perkembangan masalah
klien.
|
5. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
1.Tekankan penting oral hygiene.
2.Ajarkan teknik mencuci tangan kepada klien dan keluarga,
tekankan untuk menghindari mengorek/me-nyentuh area luka pada rongga hidung
(area operasi).
3.Kaji hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan
penurunana fungsi pertahanan tubuh (lekosit, eritrosit, trombosit, Hb,
albumin plasma)
4.Berikan antibiotik sesuai dengan program terapi.
5.Tekankan pentingnya asupan nutrisi kaya protein
sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
6.Kaji tanda-tanda vital dan gejala/tanda infeksi pada
seluruh sistem tubuh.
|
Infeksi pada cavum nasi dapat
bersumber dari ketidakadekuatan oral hygiene.
Mengajarkan upaya preventif untuk
menghindari infeksi sekunder.
Menilai perkembagan imunitas
seluler/ humoral.
Antibiotik digunakan untuk
mengatasi infeksi atau diberikan secara profilaksis pada pasien dengan risiko
infeksi.
Protein diperlukan sebagai
prekusor pembentukan asam amino penyusun antibodi.
Efek imunosupresif terapi radiasi
dan kemoterapi dapat mempermudah timbulnya infeksi lokal dan sistemik.
|
DAFTAR PUSTAKA
- Soepardi, Efiaty Arsyad. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI.
- Abidin, Taufik. 2009. Tumor Hidung. http://thtfkunram.blogspot.com/2009/02/tumor-hidung.html. (Di Unduh pada tanggal 14 Mei 2010. Pukul 10:23 wib).
- Wahyuni, Ningrum. 2010. Tumor Ganas Hidung.http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/03/15/tumor-ganas-hidung/. (Di Unduh pada tanggal 14 Mei 2010. Pukul 10:40)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar