Rabu, 13 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TUMOR HIDUNG DAN SINUS PARANASAL


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN TUMOR HIDUNG DAN
                                                    SINUS PARANASAL

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Konsep Dasar
2.1.1 Pengertian
Tumor hidung adalah pertumbuhan kearah ganas dan mengenai hidung dan lesi yang menyerupai tumor pada rongga hidung termasuk kulit dari hidung luar dan vestibulum nasi2.
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus prontal, sinus atmoid, dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pniumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga didalam tulang.
Kanker rongga hidung dan sinus paranasal adalah tumor ganas yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal disekitar hidung. Rongga hidung merupakan sebuah ruang dibelakang hidung dimana udara melewatinya masuk ke tenggorokan. Sinus paranasal adalah daerah yang dipenuhi-udara yang mengelilingi rongga hidung pada pipi (sinus maksila), diatas dan diantara mata (sinus etmoid dan sinus frontal), dan dibelakang etmoid (sinus sfenoid). Kanker sinus maksila merupakan tipe paling sering kanker sinus paranasal.
2.1.2 Etiologi
Penyebab tumor ganas hidung belum diketahui, tetapi di duga beberapa zat hasil industri merupakan penyebab antara lain, nikel, debu kayu, kulit, formal dehid, kormium, minyak isopropyl, dan lain-lain. Pekerja di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi keganasan hidung dan sinus jauh lebih besar.


2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala tumor hidung tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam maksila biasa tanpa gejala timbul setelah tumor besar, sehingga mendesak atau menenbus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi, orbita atau intrakranial tergantung dari perluasan tumor.
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor dan arah perluasannya.
Gejala
pada hidung:
·      Buntu hidung unilateral dan progresif.
·      Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
·      Sekret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
·      Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
·      Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti
·      Pembengkakan pipi
·       Pembengkakan palatum durum
·      Geraham atas goyah, maloklusi gigi
·      Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.

2.1.4   Pemeriksaan Fisik
Saat memeriksakan pada  pasien tumor hidung, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan naso faring melalui rinoskopi anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila. Pemeriksaan nasoendosopi dan sinus kopi dapat membantu menemukan tumor pada stadium dini. Adanya pembesaran leher juga perlu di cari meskipun tumor ini jarang bermetastasis di kelenjar lehar.
Pemeriksaan sinus paranasal yaitu untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar, palpasi dan inspeksi.
·          Inspeksi
Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka. Pembengkakan dipipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-merahan mungkin menunjukan sinusitis maksila akut. Pembengkakan dikelopak mata atas mungkin menunjukan sinusitis ruang paru akut. Sinusitis etmoid akut jarang menyebabkan pembengkakan diluar, kecuali bila telah berbentuk abses.
·          Palpasi
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk digigi menunjukan adanya sinusitis maksila pada sinusitis prontal terdapat nyeri tekan didasar sinus prontal, yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis abnoid menyebabkan rasa nyeri tekan didaerah kentus medius.
2.1.5   Pemeriksaan Penunjang
·      Foto sinar X
·      WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
·      Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
·      RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
·      CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
·      Biopsi:
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior.Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc.Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.

















2.1    Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, keganasan dan stadium penyakit, antara lain
Gejala hidung:
·        Buntu hidung unilateral dan progresif.
·        Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
·        Sekret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
·        Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
·        Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
·      Pembengkakan palatum durum
·      Geraham atas goyah, maloklusi gigi
·      Pembengkakan pipi
·      Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
Pada tumor ganas didapati gejala sistemik:
·      Penurunan berat badan lebih dari 10 %
·      Kelelahan/malaise umum
·      Napsu makan berkurang (anoreksia)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
·        Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum: didapatkan pembengkakan sesuai lokasi pertumbuhan tumor
·        Palpasi, teraba tumor dan pembesaran kelenjar leher
Pengkajian Diagnostik:
·        Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung
·        Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring
·        Foto sinar X:
- WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
- Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
- RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
- CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
·        Biopsi:
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi inferior.Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc.Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku untuk diperiksa lebih lanjut.
2.2.2 Diagnosa
1.  Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
2. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek radioterapi/kemoterapi.
3. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
5. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
2.2.3 Intervensi
1. Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
2.Eksplorasi kecemasan klien dan berikan umpan balik.
3.Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang lazim dialami oleh banyak orang dalam situasi klien saat ini.
4.Ijinkan klien ditemani keluarga (significant others) selama fase kecemasan dan pertahankan ketenangan lingkungan.
5.Kolaborasi pemberian obat sedatif.
6.Pantau dan catat respon verbal dan non verbal klien yang menunjukan kecemasan.
Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
Mengidentifikasi faktor pencetus/pemberat masalah kecemasan dan menawarkan solusi yang dapat dilakukan klien.
Menunjukkan bahwa kecemasan adalah wajar dan tidak hanya dialami oleh klien satu-satunya dengan harapan klien dapat memahami dan menerima keadaanya.
Memobilisasi sistem pendukung, mencegah perasaan terisolasi dan menurunkan kecemsan.
Menurunkan kecemasan, memudahkan istirahat.
Menilai perkembangan masalah klien.
                                                                                                                         

2.  Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek radioterapi/kemoterapi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Diskusikan dengan klien dan keluarga pengaruh diagnosis dan terapi terhadap kehidupan pribadi klien dan aktiviats kerja.
2.Jelaskan efek samping dari pembedahan, radiasi dan kemoterapi yang perlu diantisipasi klien
3.Diskusikan tentang upaya pemecahan masalah perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat berkaitan dengan penyakitnya.
4.Terima kesulitan adaptasi klien terhadap masalah yang dihadapinya dan informasikan kemungkinan perlunya konseling psikologis
5.Evaluasi support sistem yang dapat membantu klien (keluarga, kerabat, organisasi sosial, tokoh spiritual)
6.Evaluasi gejala keputusasaan, tidak berdaya, penolakan terapi dan perasaan tidak berharga yang menunjukkan gangguan harga diri klien.
Membantu klien dan keluarga memahami masalah yang dihadapinya sebagai langkah awal proses pemecahan masalah.
Efek terapi yang diantisipasi lebih memudahkan proses adaptasi klien terhadap masalah yang mungkin timbul.
Perubahan status kesehatan yang membawa perubahan status sosial-ekonomi-fungsi-peran merupakan masalah yang sering terjadi pada klien keganasan.
Menginformasikan alternatif konseling profesional yang mungkin dapat ditempuh dalam penyelesaian masalah klien.
Mengidentifikasi sumber-sumber pendukung yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam meringankan masalah klien.
Menilai perkembangan masalah klien.


3
.  Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Lakukan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, masase punggung) dan pertahankan aktivitas hiburan (koran, radio)
2.Ajarkan kepada klien manajemen penatalaksanaan nyeri (teknik relaksasi, napas dalam, visualisasi, bimbingan imajinasi)
3.Berikan analgetik sesuai program terapi.
4.Evaluasi keluhan nyeri (skala, lokasi, frekuensi, durasi)
Meningkatkan relaksasi dan mengalihkan fokus perhatian klien dari nyeri.
Meningkatkan partisipasi klien secara aktif dalam pemecahan masalah dan meningkatkan rasa kontrol diri/keman-dirian.
Analgetik mengurangi respon nyeri.
Menilai perkembangan masalah klien.


4
.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Dorong klien untuk meningkatkan asupan nutrisi (tinggi kalori tinggi protein) dan asupan cairan yang adekuat.
2.Kolaborasi dengan tim gizi untuk menetapkan program diet pemulihan bagi klien.
3.Berikan obat anti emetik dan roborans sesuai program terapi.
4.Dampingi klien pada saat makan, identifikasi keluhan klien tentang makan yang disajikan.
5.Timbang berat badan dan ketebalan lipatan kulit trisep (ukuran antropometrik lainnya) sekali seminggu
6.Kaji hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, limfosit total, transferin serum, albumin serum)
Asupan nutrisi dan cairan yang adekuat diperlukan untuk mengimbangi status hipermetabolik pada klien dengan keganasan.
Kebutuhan nutrisi perlu diprogramkan secara individual dengan melibatkan klien dan tim gizi bila diperlukan.
Anti emetik diberikan bila klien mengalami mual dan roborans mungkin diperlukan untuk meningkatkan napsu makan dan membantu proses metabolisme.
Mencegah masalah kekurangan asupan yang disebabkan oleh diet yang disajikan.
Menilai perkembangan masalah klien.
Menilai perkembangan masalah klien.


5
.  Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Tekankan penting oral hygiene.
2.Ajarkan teknik mencuci tangan kepada klien dan keluarga, tekankan untuk menghindari mengorek/me-nyentuh area luka pada rongga hidung (area operasi).
3.Kaji hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan penurunana fungsi pertahanan tubuh (lekosit, eritrosit, trombosit, Hb, albumin plasma)
4.Berikan antibiotik sesuai dengan program terapi.
5.Tekankan pentingnya asupan nutrisi kaya protein sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
6.Kaji tanda-tanda vital dan gejala/tanda infeksi pada seluruh sistem tubuh.
Infeksi pada cavum nasi dapat bersumber dari ketidakadekuatan oral hygiene.
Mengajarkan upaya preventif untuk menghindari infeksi sekunder.
Menilai perkembagan imunitas seluler/ humoral.
Antibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi atau diberikan secara profilaksis pada pasien dengan risiko infeksi.
Protein diperlukan sebagai prekusor pembentukan asam amino penyusun antibodi.
Efek imunosupresif terapi radiasi dan kemoterapi dapat mempermudah timbulnya infeksi lokal dan sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

  • Soepardi, Efiaty Arsyad. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar