ASUHAN
KEPERAWATAN RINITIS DAN SINUSITIS
2.1.1
PENGERTIAN
RINITIS
Rhinitis adalah peradangan
selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ). Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa.
Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa
hidung dan mungkin dikelompokan baik sebagai rinitis alergik atau nonalergik.
Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas,
termasuk rinitis viral ( Common cold ) dan rhinitis nasal dan bacterial.
Terjadi sebagai akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas
structural, neoplasma, dan massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi,
dimana kasus ini disebut sebagai rhinitis alergik. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002.
Hal 547-548 ).
Menurut
sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a.
Rhinitis akut
(coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit
ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi
pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim
semi.
b.
Rhinitis kronis
adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi
yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
Berdasarkan waktunya,
Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
a.
Rinitis
alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi.
Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang
sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi
udara atau asap.
Gejala:Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian
belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara
berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan
hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi
(bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan
mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan
pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan
berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat.
Pengobatan: Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan
(misalnya pseudoephedrine atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian
dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada
hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala,
maka diberikan obat semprot kortikosteroid. Jika obat semprot kortikosteroid
masih juga tidak mampu meringankan gejala, maka diberikan kortikosteroid
per-oral selama kurang dari 10 hari.
b.
Rinitis
alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim
tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena
kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah,
bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
Gejala: Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian
belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara
berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan
hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi
(bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan
mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung
membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung
tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba
eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran, terutama pada
anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan polip
hidung.
Pengobatan : Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan
pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.
Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid; tidak dianjurkan untuk memberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut).
Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung
dekongestan dan bisa diperoleh tanpa resep dokter, sebaiknya digunakan tidak
terlalu lama karena bisa memperburuk atau memperpanjang peradangan hidung.
Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membuang polip atau pengobatan terhadap
infeksi sinus.
c. Rhinitis Non
Alergi
Rhinitis non
allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis
bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural,
neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan
kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Gejala : Kongesti nasal, Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis), Gatal pada nasal, Bersin-bersin, Sakit kepala.
Terapi Medik : Pemberian
antihistamin,Dekongestan, Kortikosteroid topikal, Natrium kromolin.
2.1.2
ETIOLOGI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap
sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua
fase yaitu :
a.
Immediate Phase
Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan
allergen hingga 1 jam setelahnya
b.
Late Phase
Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua
hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung
hingga 24 jam.
2.1.3
PATOFISIOLOGI
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen
hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke
dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara
genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel
mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta
limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat
terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal,
dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh
persiapan.
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada
pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
b. Hidung
tersumbat.
c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi
biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau
kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
d. Hidung
gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya
serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat
kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari
hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih
dari lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala
rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah keluar
ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan
kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
Tanda dan gejala rinitis adalah rongesti nasal, nafas
nasal, ( Purulen dengan renitis bakterialis ) gatal pada nasal, dan
bersin-bersin. Sakit kepala dapat saja terjadi, terutama jika terdapat juga
sinusitis. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548).
2.1.5 PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada
keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau
menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan
tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam
membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan
gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan
uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada
hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang
penelitian.
2.1.6
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan rhinitis tergantung pada penyebabanya, yang mungkin
diidentifikasi dengan riwayat kesehatan komplit dan menananyakan klien tentang
kemungkinan pemajanan terhadap allergen dirumah, lingkungan, atau tempat kerja.
Jika gejala menunjukan
rhinitis alergik, mungkin dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi
kemungkinan allergen. Terapi obat-obatan termasuk atihistamin, dekoestan,
kortikosteroid topical, dan natrium kromolin. Obat-obatan yang diresepkan
biasanya digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala klien. (
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548).
2.1.7
KOMPLIKASI
a. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau
menimbulkan kekambuhan polip hidung.
b. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis
media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
c. Sinusitis kronik
d. Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat
langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga
menghambat drainase
2.1.8
PENCEGAHAN
Beberapa langkah/tips
berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis pollen apa
yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda alergi itu lebih bagus
lagi.
a. Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada
waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya pollen sedikit di udara hanya
beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya makin banyak
dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.
b. Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari.
Gunakan AC untuk membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah
anda. Jangan gunakan
kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak
pollen masuk ke dalam rumah anda.
c. Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
d. Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
- Segeralah mandi dan ganti
baju dan celana yang anda pakai di luar.
- Keringkan pakaian anda
dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
e.
Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di
tempat anda ke tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
f.
Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
g.
Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun
(terutama saat bekerja dengan kompos), memotong rumput.
h.
Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan
rumput, dan kompos. Di daerah yang berudara lembab mold di dalam
rumah dapat mencetuskan serangan asthma, rhinitis alergika dan dermatitis
alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu:
i.
Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan
karet-karet jendela paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau
cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati, karena dapat membuat hidung
anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi,
gejala alergi anda dapat memburuk.
j.
Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
k.
Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
l.
Jangan
gunakan karpet.
Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3
waktu mereka dan anak-anak menghabiskan ½ dari waktu mereka di kamar tidur,
maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan gunakan kasur,
bantal dan guling yang diisi dengan kapuk.
2.2
MANAJEMEN
KEPERWATAN RINITIS
2.2.1
PENGKAJIAN
a.
Identitas (Nama, jenis kelamin, umur , bangsa )
b.
keluhan utama :
Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal
c.
Riwayat peyakit dahulu: Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
d.
Riwayat keluarga : Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di
alami pasien
e.
Pemeriksaan
fisik :
§ Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
§ Palpasi : nyeri, karena adanya
inflamasi
f.
Pemeriksaan penunjang :
§ Pemeriksaan nasoendoskopi
§ Pemeriksaan sitologi hidung
§ Hitung eosinofil pada darah tepi
§ Uji kulit allergen penyebab
2.2.2 DIAGNOSA
a.Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur tindakan medis.
b.Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret
yang mengental
c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
d. Gangguan konsep diri berhubungan
dengan rhinore
2.2.3 INTERVENSI
a. Cemas berhubungan dengan
Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
Tujuan : Cemas
klien berkurang/hilang
Kriteria :Klien
akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya, Klien mengetahui dan
mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji tingkat
kecemasan klien
2. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
- Temani
klien
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya
perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
5.
Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
|
1.
Menentukan tindakan selanjutnya
2. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
3. Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
4. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
5. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
6. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien
|
b. Ketidakefektifan jalan nafas
berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria :Klien tidak bernafas lagi melalui mulut dan Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Kolaborasi dengan team medis
|
a. Mengetahui
tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui
perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama
untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi
|
c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi
|
Rasional
|
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat
mulut
d. Kolaborasi
dengan tim medis pemberian obat
|
a. Mengetahui
permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. Agar klien
dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan
dapat efektif kembali lewat hidung
|
d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Intervensi
|
Rasional
|
a. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan,
perkembangan dan prognosis kesehatan
b. ajarkan individu menegenai sumber komunitas yang tersedia, jika
dibutuhkan (misalnya : pusat kesehatan mental)
c. dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya bagaimana
individu merasakan, memikirkan, atau memandang dirinya
|
a. memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan untuk
memperbaiakikesalahan konsep
b. pendekatan secara komperhensif dapat membantu memenuhi kebutuhan
pasienuntuk memelihara tingkah laku koping
c. dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri, memperbaiki
harga diri, mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap perubahan dan
meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri
|
2.2.4
IMPLEMENTASI
Melaksanakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah
dirumuskan, selama melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan
keperawatan dan respon pasien, juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan
yang diberikan serta mencatat reaksi pasien yang timbul (Doenges.(2009).Hal
:426-880).
2.2.5
EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
2.3
KONSEP DASAR SINUSITIS
2.3.1
PENGERTIAN
SINUSITIS
Sinusitis adalah peradangan
membran mukosa dari satu atau lebih sinus maksillaris, frontal, etmoidalis atau
sfenoidalis.
Sinusitis adalah radang sinus. (Kumala, Poppy. 1998). Sinusitis
adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. (Doenges, M. G. 2000).
Sinusitis di
definisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu
oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah
selesma ( common cold ) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat
diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena
ialah sinus etmoid dan maksila sedangkan sinus prontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus
maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas,
maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinus dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke
orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit
diobati.
2.3.2
ETIOLOGI
Beberapa faktor
etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal,
pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau
hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi
gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma kartegener,
dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kristik.
Pada anak-anak,
hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu
dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher
posisi lateral.
Faktor lain yang juga
berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia.
2.3.3
PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus
dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang berfungs sebagai mekanisme pertahan tubuh
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang
menbentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap
sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari
tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya
dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak
berhasil (misalnya karena faktor
predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus
berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaiyu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.
2.3.4
MANIFESTASI
KLINIS
Keluhan utama
rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tertekan
pada muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal
drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa
tertekan di daerah sinus yang terkena merupakan cirri khas sinusitis akut,
serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri
pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola
mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan
sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksivital,
belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada
nyeri alih kegigi dan telinga.
Gejala lain adalah
sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan
batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis
kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kdang hanya satu atau dua
dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip,
batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke
paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah
serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang
tertelan dapat menyababkan gasteronteritis.
Manifestasi klinis secara singkatnya adalah :
a.
Kongesti nasal, sakit tenggorok,
bersin-bersin, malaise, demam, menggigil, dan sering sakit kepala serta sakit
otot, kadang-kadang ada batuk.
b.
Gejala berlangsung 5 – 14 hari
c.
Febris, pilek kental, berbau, bisa
bercampur darah
d.
Nyeri pada :
§ Pipi :
biasanya unilateral
§ Kepala :
biasanya homolateral, terutama pada sorehari
§ Gigi
(geraham atas) homolateral.
e.
Hidung :
§
buntu homolateral
§
Suara bindeng
2.3.5
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIS
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi
sangat dianjurkan untunk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius ( pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan
prontal) atau di meatus superior ( pada sinus etmoid posterior dan sphenoid ).
Pada rinosinusitis
akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan
kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah poto
polos atau CT- scan. Poto polos posisi
waters, PA dan Lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar
seperti sinus-sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan,
batas udara-cairan atau penebalan mukosa.
2.3.6
PENATALAKSANAAN
MEDIS
a. Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah :
· Mempercepat
penyembuhan
· Mencegah
komplikasi.
· Mencegah
perubahan menjadi kronik.
Prinsip
pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi, sinus-sinus pulih
secara alami.
Antibiotik dan
dekogestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akud bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilh adalah golongan penisilin seperti amoksisilin.
Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka
dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2.
Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik
sudah hilang.
Pada sinusitis
kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anerob.
Selain
dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung
dengan NaCl atau pemanasan (diatemi). Antihistamin tidak rutin diberikan,
karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila
ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus
maksila atau Proetz Displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang
dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita
kelainan alergi yang berat.
b. Tindakan
Operasi
Bedah sinus
endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupak operasi terkini untuk sinusitis kronik
yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis
bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang memuaskan dan tindakan lebih
ringan dan tidak radikal.
Indikasinya
berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setalah terapi adekuat ; sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel ; polip ekstensif, adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
2.3.7 KOMPLIKASI SINUSITIS
Komplikasi
sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi
berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbit., disebabkan
oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering
ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran
infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang
dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses
orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial. dapat
berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan
trombosis sinus kavernosus. Komplikasi juga dapat
terjadi pada sinusitis kronis,berupa: Osteomielitis
dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis prontal dan
biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat
timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru. Pada
bronchitis kronik dan bronkiektasis adanya sinus paranasal di sertai dengan
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan
kambuhnya asma bronchial yang sukar di hilangkan sebelum sinusitis di
sembuhkan.
2.4 MANAJEMEN KEPERAWATAN SINUSITIS
2.4.1 PENGKAJIAN
a.
Biodata :
Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
b.
Riwayat
Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan
terasa panas, bicara bendeng.
c.
Keluhan
utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
d.
Riwayat
penyakit dahulu :
·
Pasien
pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
·
Pernah
mempunyai riwayat penyakit THT
·
Pernah
menederita sakit gigi geraham
e.
Riwayat
keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
f.
Riwayat
spikososial
·
Intrapersonal
: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
·
Interpersonal
: hubungan dengan orang lain.
g.
Pola
fungsi kesehatan
·
Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan
efek samping.
·
Pola
nutrisi dan metabolisme Biasanya
nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
·
Pola
sistirahat dan tidur
·
Selama
inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
·
Pola
Persepsi dan konsep diri
·
Klien
sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
·
Pola
sensorik Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
h.
Pemeriksaan
fisik
·
status
kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
·
Pemeriksaan
fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
2.4.2
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Nyeri :
kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
b.
Cemas
berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
c.
Ketidakefektifan
jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental
2.4.3
INTERVENSI
a.
Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
·
Klien
mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
·
Klien
tidak menyeringai kesakitan.
Intervensi :
·
Kaji
tingkat nyeri klien
R : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
·
Jelaskan
sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
·
Ajarkan
tehnik relaksasi dan distraksi
R/: Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila mengalami nyeri
·
Observasi
tanda tanda vital dan keluhan klien
R/: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
·
Kolaborasi
dengan tim medis :
Terapi konservatif :
§ Obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
§ Drainase sinus
Pembedahan :
§ Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris
§ Operasi Cadwell Luc
R/: Menghilangkan /mengurangi
keluhan nyeri klien
b.
Cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur
tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria hasil:
·
Klien akan
menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
·
Klien
mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi
:
·
Kaji
tingkat kecemasan klien
R/: Menentukan tindakan selanjutnya
·
Berikan
kenyamanan dan ketentaman pada klien :
§ Temani klien
§ Perlihatkan rasa empati(datang dengan menyentuh klien)
R/:
Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
·
Berikan
penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
R/: Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
·
Singkirkan
stimulasi yang berlebihan misalnya :
§ Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
§ Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
R/: Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
·
Observasi
tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.
·
Bila
perlu, kolaborasi dengan tim medis
R/: Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien
c.
Jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung)
sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan
Kriteria hasil :
·
Klien
tidak bernafas lagi melalui mulut
·
Jalan
nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi :
·
Kaji
penumpukan secret yang ada
R/: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
·
Observasi
tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
·
Koaborasi
dengan tim medis untuk pembersihan secret
R/: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah
2.4.4 IMPLEMENTASI
Melaksanakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah
dirumuskan, selama melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan
keperawatan dan respon pasien, juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan
yang diberikan serta mencatat reaksi pasien yang timbul (Doenges.(2009).Hal
:426-880).
2.4.5 EVALUASI
Evaluasi merupakan
tahap terakhir dari proses keperawatan. Hasil yang diharapkan merupakan standar
penilaian bagi perawat untuk mlihat apakah tujuan telah terpenuhi dan pelayanan
telah berhasil. (Potter , Patricia A. 2005).
DAFTAR PUSTAKA
- Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatn Medikal- Bedah, Vol 1.
Jakarta : EGC.
- Efiaty Arsyad Soepardi. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Dan
Leher, edisi 6. Jakarta : FKUI.
- Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
- Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan
Praktik. Jakarta : EGC.
- Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
- Hendy. 2009. Askep Rinitis. Avaibable from {hyperlink “http://hendy
kumpulanaskep.blogspot.com/, [accessed
14/05/2012]”}
- Anenomouse. Askep Rhinitis Alergik. Avaibable from {hyperlink
“http://askeprhinitisalergika.blogspot.com/,
[accessed 14/05/2012]”}
- Anenomouse. Sinusitis. Avaibable from {hyperlink “http://kumpulan-asuhan-
keperawatan.blogspot.com/2008/12/asuhan-keperawatan-sinusitis.html,
[accessed 14/05/2012]”}
thanks for sharing your info, i'm so lucky can find this article.. waiting for next article.. good job. success always
BalasHapusOBAT BATUK
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
terima kasih sudah berbagi infonya
BalasHapusOBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK
OBAT BATUK