Rabu, 13 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN RINITIS DAN SINUSITIS


ASUHAN KEPERAWATAN RINITIS DAN SINUSITIS
2.1.1   PENGERTIAN RINITIS
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ). Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa.
Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin dikelompokan baik sebagai rinitis alergik atau nonalergik. Rinitis non-alergik paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral ( Common cold ) dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi sebagai akibat masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas structural, neoplasma, dan massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi alergi, dimana kasus ini disebut sebagai rhinitis alergik. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 547-548 ).
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a.    Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b.    Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
a.    Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
Gejala:Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat.
Pengobatan: Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoephedrine atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat. Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid. Jika obat semprot kortikosteroid masih juga tidak mampu meringankan gejala, maka diberikan kortikosteroid per-oral selama kurang dari 10 hari.

b.      Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
Gejala: Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersin-bersin dan hidung meler. Beberapa penderita mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek); menjadi mudah tersinggung dan deperesi; kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Jarang terjadi konjungtivitis. Lapisan hidung membengkak dan berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat. Hidung tersumbat bisa menyebabkan terjadinya penyumbatan tuba eustakius di telinga, sehingga terjadi gangguan pendengaran, terutama pada anak-anak. Bisa timbul komplikasi berupa sinusitis (infeksi sinus) dan polip hidung.
Pengobatan : Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolaminn) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.


Bisa juga diberikan obat semprot hidung natrium kromolin; efeknya terbatas pada hidung dan tenggorokan bagian belakang. Jika pemberian
antihistamin dan kromolin tidak dapat mengendalikan gejala-gejala, maka diberikan obat semprot kortikosteroid; tidak dianjurkan untuk memberikan kortikosteroid per-oral (melalui mulut).
Obat tetes atau obat semprot hidung yang mengandung dekongestan dan bisa diperoleh tanpa resep dokter, sebaiknya digunakan tidak terlalu lama karena bisa memperburuk atau memperpanjang peradangan hidung. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk membuang polip atau pengobatan terhadap infeksi sinus.
c.       Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh : infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial, masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Gejala : Kongesti nasal, Rabas nasal (purulent dengan rhinitis bakterialis), Gatal pada nasal, Bersin-bersin, Sakit kepala.
Terapi Medik : Pemberian antihistamin,Dekongestan,  Kortikosteroid topikal,  Natrium kromolin.

2.1.2   ETIOLOGI
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
a.    Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
b.    Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.




2.1.3   PATOFISIOLOGI
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu pengaruh persiapan.

2.1.4 MANIFESTASI KLINIS
a. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
b. Hidung tersumbat.
c. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
d. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
e. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak.  Hidung tersumbat, mata gatal dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
Tanda dan gejala rinitis adalah rongesti nasal, nafas nasal, ( Purulen dengan renitis bakterialis ) gatal pada nasal, dan bersin-bersin. Sakit kepala dapat saja terjadi, terutama jika terdapat juga sinusitis. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548).

2.1.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium. Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih terbatas pada bidang penelitian. 

2.1.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan rhinitis tergantung pada penyebabanya, yang mungkin diidentifikasi dengan riwayat kesehatan komplit dan menananyakan klien tentang kemungkinan pemajanan terhadap allergen dirumah, lingkungan, atau tempat kerja. Jika gejala menunjukan rhinitis alergik, mungkin dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi kemungkinan allergen. Terapi obat-obatan termasuk atihistamin, dekoestan, kortikosteroid topical, dan natrium kromolin. Obat-obatan yang diresepkan biasanya digunakan dalam beberapa kombinasi, tergantung pada gejala klien. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal 548).

2.1.7 KOMPLIKASI
a. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
b. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama kita temukan pada pasien anak-anak.
c. Sinusitis kronik
d. Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase



2.1.8 PENCEGAHAN
      Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda alergi itu lebih bagus lagi.
a.    Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.
b.    Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah anda.
c.    Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
d.   Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
-    Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
-    Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
e.       Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
f.       Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
g.      Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat bekerja dengan kompos), memotong rumput.
h.      Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan kompos. Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan asthma, rhinitis alergika dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu:
i.        Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati, karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat memburuk.
j.        Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
k.      Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
l.        Jangan gunakan karpet.
Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan ½ dari waktu mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan gunakan kasur, bantal dan guling yang diisi dengan kapuk.


2.2         MANAJEMEN KEPERWATAN RINITIS
2.2.1   PENGKAJIAN
a.    Identitas (Nama,  jenis kelamin,  umur ,  bangsa )
b.    keluhan utama : Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal
c.    Riwayat peyakit dahulu: Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
d.   Riwayat keluarga : Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien
e.    Pemeriksaan fisik :
§  Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
§   Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
f.     Pemeriksaan penunjang :
§  Pemeriksaan nasoendoskopi
§  Pemeriksaan sitologi hidung
§  Hitung eosinofil pada darah tepi
§  Uji kulit allergen penyebab

2.2.2 DIAGNOSA
a.Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis.
b.Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental
c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
d.  Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

2.2.3 INTERVENSI
a. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan medis
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya, Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
1. Menentukan tindakan selanjutnya
2. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
3. Meningkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
4. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
5. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
6. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien

b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan
Kriteria :Klien tidak bernafas lagi melalui mulut dan Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi
Rasional
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Kolaborasi dengan team medis
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi
c. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi
Rasional
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. ciptakan suasana yang nyaman.
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat
a. Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung

d. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Intervensi
Rasional
a. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosis kesehatan
b. ajarkan individu menegenai sumber komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan (misalnya : pusat kesehatan mental)
c. dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya bagaimana individu merasakan, memikirkan, atau memandang dirinya
a. memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan untuk memperbaiakikesalahan konsep
b. pendekatan secara komperhensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasienuntuk memelihara tingkah laku koping
c. dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri


2.2.4   IMPLEMENTASI
Melaksanakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah dirumuskan, selama melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien, juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan yang diberikan serta mencatat reaksi pasien yang timbul (Doenges.(2009).Hal :426-880).
2.2.5   EVALUASI
 Evaluasi dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan dalam perencanaan.




2.3         KONSEP DASAR SINUSITIS
2.3.1   PENGERTIAN SINUSITIS
Sinusitis adalah peradangan membran mukosa dari satu atau lebih sinus maksillaris, frontal, etmoidalis atau sfenoidalis.
Sinusitis adalah radang sinus. (Kumala, Poppy. 1998). Sinusitis adalah merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. (Doenges, M. G. 2000).
Sinusitis di definisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma ( common cold ) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
   Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila sedangkan sinus prontal lebih jarang  dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
   Sinus dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.


2.3.2   ETIOLOGI
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis  terutama rinitis alergi, rinitis hormonal, pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma kartegener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kristik.
Pada anak-anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

                                                              
2.3.3   PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungs sebagai mekanisme pertahan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang menbentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena faktor  predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaiyu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.


2.3.4   MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tertekan pada muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tertekan di daerah sinus yang terkena merupakan cirri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksivital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih kegigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kdang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga  akibat sumbatan  kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyababkan gasteronteritis.
Manifestasi klinis secara singkatnya adalah :
a.    Kongesti nasal, sakit tenggorok, bersin-bersin, malaise, demam, menggigil, dan sering sakit kepala serta sakit otot, kadang-kadang ada batuk.
b.    Gejala berlangsung 5 – 14 hari
c.    Febris, pilek kental, berbau, bisa bercampur darah
d.   Nyeri pada :
§  Pipi : biasanya unilateral
§  Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
§  Gigi (geraham atas) homolateral.
e.    Hidung :
§  buntu homolateral
§  Suara bindeng

2.3.5   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untunk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius ( pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan prontal) atau di meatus superior ( pada sinus etmoid posterior dan sphenoid ).
Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah poto polos atau CT- scan.  Poto polos posisi waters, PA dan Lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus-sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan atau penebalan mukosa.



2.3.6   PENATALAKSANAAN MEDIS
a.    Terapi
Tujuan terapi sinusitis ialah :
·      Mempercepat penyembuhan
·      Mencegah komplikasi.
·      Mencegah perubahan menjadi kronik.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi, sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekogestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akud bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilh adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatemi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz Displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
b.    Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupak operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setalah terapi adekuat ; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel ; polip ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.



2.3.7 KOMPLIKASI SINUSITIS
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbit., disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.
Kelainan intrakranial. dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis  sinus kavernosus. Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis,berupa: Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis prontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru. Pada bronchitis kronik dan bronkiektasis adanya sinus paranasal di sertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar di hilangkan sebelum sinusitis di sembuhkan.

2.4  MANAJEMEN KEPERAWATAN SINUSITIS
2.4.1 PENGKAJIAN
a.         Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
b.        Riwayat Penyakit sekarang : penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas, bicara bendeng.
c.         Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
d.        Riwayat penyakit dahulu :
·           Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
·           Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
·           Pernah menederita sakit gigi geraham
e.         Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
f.          Riwayat spikososial
·           Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih)
·           Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
g.    Pola fungsi kesehatan
·           Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
·           Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
·           Pola sistirahat dan tidur
·           Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
·           Pola Persepsi dan konsep diri
·           Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
·           Pola sensorik Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).


h.    Pemeriksaan fisik
·           status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
·           Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

2.4.2        DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.    Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
b.    Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
c.    Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental

2.4.3        INTERVENSI
a.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
·      Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
·      Klien tidak menyeringai kesakitan.
Intervensi :
·      Kaji tingkat nyeri klien
R : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya
·      Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
R/: Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
·      Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
R/: Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri
·      Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
R/: Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
·      Kolaborasi dengan tim medis :
Terapi konservatif :
§  Obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
§  Drainase sinus
Pembedahan :
§  Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris
§  Operasi Cadwell Luc
      R/: Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien
b.    Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria hasil:
·      Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
·      Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi :
·           Kaji tingkat kecemasan klien
R/: Menentukan tindakan selanjutnya
·           Berikan kenyamanan dan ketentaman pada klien :
§  Temani klien
§  Perlihatkan rasa empati(datang dengan menyentuh klien)
R/: Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan
·           Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
R/: Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif
·           Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
§  Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang
§  Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan
R/: Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
·           Observasi tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien secara dini.
·           Bila perlu, kolaborasi dengan tim medis
R/: Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien
c.         Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan
Kriteria hasil :
·           Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
·           Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi :
·           Kaji penumpukan secret yang ada
R/: Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
·           Observasi tanda-tanda vital
R/: Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi
·           Koaborasi dengan tim medis untuk pembersihan secret
R/: Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah

2.4.4   IMPLEMENTASI
Melaksanakan tindakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana.Pelaksanaannya mengacu pada rencana tindakan yang telah dirumuskan, selama melaksanakan tindakan perawat menilai efektivitas tindakan keperawatan dan respon pasien, juga mencatat dan melaporkan tindakan perawatan yang diberikan serta mencatat reaksi pasien yang timbul (Doenges.(2009).Hal :426-880).

2.4.5   EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Hasil yang diharapkan merupakan standar penilaian bagi perawat untuk mlihat apakah tujuan telah terpenuhi dan pelayanan telah berhasil. (Potter , Patricia A. 2005).


DAFTAR PUSTAKA


  • Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatn Medikal- Bedah, Vol 1.
Jakarta : EGC.

  • Efiaty Arsyad Soepardi. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Dan Leher, edisi 6. Jakarta : FKUI.

  • Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

  • Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Jakarta : EGC.

  • Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.

  • Hendy. 2009. Askep Rinitis. Avaibable from {hyperlink “http://hendy
kumpulanaskep.blogspot.com/, [accessed 14/05/2012]”}
  •   Anenomouse. Askep Rhinitis Alergik. Avaibable from {hyperlink
                  “http://askeprhinitisalergika.blogspot.com/, [accessed 14/05/2012]”}

  • Anenomouse. Sinusitis. Avaibable from {hyperlink “http://kumpulan-asuhan-
keperawatan.blogspot.com/2008/12/asuhan-keperawatan-sinusitis.html, [accessed 14/05/2012]”}


2 komentar: