Rabu, 13 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KARSINOMA NASOFARING


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KARSINOMA NASOFARING
BAB II
PEMBAHASAN
I.  KONSEP DASAR
A.     Pengertian
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian di ikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan 5 besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.

B.     Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
6. Profil HLA
C. Patofisologi
Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr melalui mediator ikan asin, makanan yang diawetkan (mengandung nitrosamine), kontak dengan zat karsinogen (asap industri, gas kimia) dan juga dapat dikarenakan radang kronis daerah nasofaring. Setelah itu, virus masuk berkembang biak kemudian menyerang bagian telinga dan hidung khususnya. Dengan hidupnya virus Epstein-Barr didaerah nasofaring (dekat telinga dan hidung), membuat sel-sel kanker berkembang sehingga membuat terjadinya sumbatan atau obstruksi pada saluran tuba eusthacius dan hidung. Sumbatan yang terjadi dapat menyebabkan baik gangguan pendengaran maupun gangguan penghidu, sehingga merupakan gangguan persepsi sensori.







Pathway
Karsinoma Nesofaring
Virus Epstein Barr




Makanan yang diawetkan
Kontak dengan zat karsinogen
Radang kronis pada daerah nasofaring














 
Makanan yang diawetkan
Masuk kebagian telinga dan hidung
Obstruktif pada saluran tuba eusthacius dan hidung
Gangguan pendengaran dan gangguan penghidu
Gangguan persepsi sensori






D. Tanda dan Gejala
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak
a.       Gejala Hidung :
·        Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
·        Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
b.      Gejala telinga
·          Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
·          Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
c.       Gejala lanjut
·          Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

E.   Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
a. Tipe WHO 1
- Karsinoma sel skuamosa (KSS)
- Deferensiasi baik sampai sedang.
- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
b. Tipe WHO 2
- Karsinoma non keratinisasi (KNK).
- Paling banyak pariasinya.
- Menyerupai karsinoma transisional
c. Tipe WHO 3
- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
- Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel spindel.
- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
F. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar
1. Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi
2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :
§ Neuralgia trigeminal unilateral
§ Oftalmoplegia unilateral
§ Amaurosis
§ Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater
3. Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan, hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
4. Manifestasi kelumpuhan :
· N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah.
· N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi dan salvias.
· N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta hemiparese palatum mole.
· N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah
G.  Penentuan Stadium
TUMOR SIZE (T)
T
Tumor primer
T0
Tidak tampak tumor
T1
Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2
Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring
T3
Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4
Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx
Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0
Tidak ada pembesaran
N1
Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2
Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan
N3
Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0
Tidak ada metastase jauh
M1
Metastase jauh
Ø Stadium I : T1 No dan Mo
Ø Stadium II : T2 No dan Mo
Ø Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
Ø Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
H.  Pemeriksaan Penunjang
1. Nasofaringoskopi
a. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
b. Biopsi multiple
c. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
d.Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
2. Dapat dilakukan pemeriksaan diantaranya yaitu :
a. Foto tengkorak, yaitu foto bagian/ potongan anteriposterior, lateral, dan waters menunjukkan massa jaringan lunak didaerah nasofaring
b. Foto dasar tengkorak dapat terlihat destruksi atau erosi tulang didaerah fosa serebri media.
c. CT scan daerah kepala dan leher terlihat adanya massa dengan terlihat adanya kesuraman. CT scan dengan kontras menunjukkan massa yang besar mengisi sisi posterior dari rongga hidung dan nasofaring dengan perluasan ke sisi kiri dalam daerah nasofaring.
d. Biopsi dari hidung dan mulut. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/ daerah yang dicurigai. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulang dengan anestesi umum. Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau keadaan umum kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu metastasis.
e. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk melihat/mendeteksi metastasis.

I. Penatalaksanaan
a. Radioterapi : Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan apabila infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor primer, sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000 rad. Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur patologik. Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa nyeri.
b. Kemoterapi : Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium lanjut. Biasanya dapat digabungkan dengan radiasi dengan urutan kemoterapi-radiasi-kemoterapi. Kemoterapi yang dipakai yaitu Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2 mg IV hari1); Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral, hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi ginjal dan lain-lain.
c. Operasi : Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih.
J. Pencegahan
                   Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didearah dengan resiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi ketempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial/ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik lgA-anti VCA dan lgA anti EA secara massal dimsa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.



II. MANAJEMEN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1.    Wawancara
Menurut Sjamsuhidajat (1998), Mansjoer (1999), Iskandar (1989), informasi yang perlu didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut :
a.       Menanyakan kepada pasien mengenai gejala-gejala yaitu pada telinga (sumbatan muara tuba dan otitis media) atau adanya gangguan pendengaran. Selain itu, tanyakan pada pasien mengenai gejala hidung seperti epistaksis dan sumbatan hidung.
b.      Menanyakan kepada pasien apakah mempunyai riwayat kanker, kebiasaan makan makanan yang asin-asin, mengenai keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Apakah pasien sering kontak dengan zat karsinogen, juga adanya radang kronis.
2.    Identitas
·  Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No Medrec, diagnosis dan alamat.
·  Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
3.    Riwayat kesehatan
·  Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan atau nyeri dan rasa terbakar dalam tenggorok.
·  Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS. Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
·  Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup.
·  Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.

4.    Dasar Data Pengkajian Pasien
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.
b.      Neurosensori
Gejala : gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope.
c.       Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.
d.      Pernapasan
Gejala : Adanya asap pabrik atau industri
Tanda : pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa.
e.       Makanan /cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah.
Tanda : perubahan pada kelembaban/turgor kulit.


5.    Pemeriksaan fisik
a.    Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit mengkilat.
b.    Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri apabila ditekan.
c.    Pemeriksaan THT:
1.    Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2.    Rinoskopia anterior :
                                                          ·     Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.
                                                          ·     Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
3.    Rinoskopia posterior :
                                                          ·     Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
                                                          ·     Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
4.    Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5.    X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.    Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
2.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi..
3.    Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun



C.  INTERVENSI
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Nyeri akut
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dan dibuktikan dengan level nyeri: klien dapat melaporkan nyeri pada petugas, frekuensi nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis, TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt
Control nyeri dibuktikan dengan klien melaporkan gejala nyeri dan control nyeri.
Manajemen nyeri :
1.         Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Rasional : Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien, mengidentifikasi nyeri untuk memilih intervensi yang tepat.

2.    Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang.
Rasional : Menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi sakit kepala.
3.Berikan kompres dingin pada bagian yang nyeri.
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.

3.    Ajarkan teknik relaksasi dengan distraksi dan napas dalam.
Rasional : Membantu mengendalikan nyeri dan mengalihkan perhatian dari rasa nyeri.
4.    Kolaborasi medis, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.
Rasional : Analgesik mampu menekan saraf nyeri.

2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
1.      kaji pola makan klien
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi.
2.      Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi.
Rasional : Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi muali secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetik.
3.      Kolaborasi medis dengan pemberian aniemetik pada jadwal reguler sebelum atau selama dan setelah pemberian agen antineoplastik dengan sesuai.
Rasional : Mual/muntah paling menurunkan kemampuan dan efek samping psikologis kemoterapi yang menimbulkan stress.
4.      Sajikan makanan selagi hangat.
Rasional : Dengan sajian makanan hangat lebih mengurangi mual.
5.      Dorong pasien untuk makan sedikit tapi sering.
Rasional : Kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dengan baik.
3
Risiko infeksi
Setelah dilakukan askep selama 3 x 24 jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000 )
Konrol infeksi :
1.    Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
Rasional : Untuk memudahkan memberikan intervensi kepada pasien.
2.    Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan tanda adanya infeksi apabila terjadi peradangan.
3.    Kolaborasi medis dengan pemberian antibiotik.
Rasional : Antibiotik dapat mencegah sekaligus membunuh kuman penyakit untuk berkembang biak





D.    IMPLEMENTASI
Implementasi / pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring + Post Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
E.     EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.

 
DAFTAR PUSTAKA

  • Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
  • Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta
  • Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta
  • NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA
  • Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
  • Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
  • Sjamsuhidajat & Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar